Minggu, 29 Oktober 2017

Menari dan Kenangan Bersamamu... Tin



Saat mengantar dan melihat anakku latihan menari, aku seolah sedang melihatmu, Tin. Kenangan itu muncul Tin. Iya, kenapa dirimu selalu menyuruhku untuk mengantarmu latihan nari. Bahkan, jika aku absen tak mau mengantarmu, besoknya kau pasti melaporkannya pada bu guru.
Setelah memperoleh laporan darimu, bu guru pasti memanggilku ke kantor. Anak sd saat itu, jika di panggil ke kantor kamu pasti tau Tin. Iya, Takut. Rasanya seperti masuk di rumah hantu sendirian. Hemmh...
Kuucapkan salam sebelum masuk ke ruang guru. Setelah dijawab dan dipersilakan masuk, segera dengan langkah pelan aku mendatangi meja bu guru. Sesampainya di meja bu guru aku langsung disuruh duduk. Walau Bu Guru, nggak marah padaku Tin, namun rasa sungkan padanya membuat diriku merasa bersalah Tin. Dan dipastikan sorenya dan hari-hari berikutnya aku pasti selalu mengantarmu.
Kenapa kamu ngga menyuruh si Toni, anak kepala desa kita itu, Tin? Sepedanya bagus. Baru. Bisa cepat jalannya. Kenapa mesti aku Tin. Yang anak petani. Kamu tahu sendiri, kan. Sepedaku bagaimana. Sudah sepeda lama, bunyinya ‘krit’, ‘krit’, ‘krit’. Rantainya sering lepas lagi.
Kalau kutanya kenapa. Kamu selalu bilang, “Kamu itu Lucu, Ndik. Menyenangkan saat bersamamu”. Dan dipastikan aku akan lupa rasa lelah saat mengayuh sepedaku.
Sebenarnya aku nggak keberatan Tin mengantarmu. Justru aku merasa senang. Kita bisa bersendau gurau, bercerita, dan berdiskusi. Namun.
“Yah, pulang yah”. Anakku menyadarkan lamunanku. Latihan menarinya sudah selesai. Segera aku bangkit menuju motorku. Pulang dengan anakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar